Jumat, 03 Juni 2016

Cara menentukan waktu di pesawat

Ada dua keadaan ketika orang naik pesawat terkait waktu terbenamnya matahari,

Pertama, telah masuk waktu maghrib ketika di darat. Lalu dia berbuka. Pada saat naik pesawat, dia melihat matahari, apakah puasanya batal? Lalu bagaimana aturan yang berlaku?

Allah menyebutkan batasan puasa dalam al-Quran,

ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

Kemudian sempurnakanlah puasa sampai waktu malam. (QS. al-Baqarah: 187)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda,

إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَا هُنَا ، وَأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَا هُنَا ، وَغَرَبَتِ الشَّمْسُ ، فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ

Apabila malam telah datang dari arah sana dan siang telah pergi dari arah sana, serta matahari telah terbenam, maka orang puasa saatnya berbuka. (HR. Bukhari 1954).

Artinya, selama matahari telah terbenam maka orang yang puasa sudah boleh berbuka. Dimanapun dia berada. Dan puasannya terhitung sah.

Oleh karena itu, puasa calon penumpang ini sah. Sementara dia melihat matahari ketika di atas, ini tidak mempengaruhi keabsahan puasanya, dan tidak ada keharusan baginya untuk puasa lagi di atas pesawat sampai matahari benar-benar terbenam.

Kasusnya sama seperti orang yang tidak menemukan air setelah berusaha mencarinya, hingga akhirnya dia tayammum. Tiba-tiba seusai shalat, turun hujan. Orang ini tidak ada kewajiban untuk mengulang shalatnya, karena tadi telah dikerjakan dengan sempurna. Sementara keberadaan hujan sama sekali tidak mempengaruhi keabsahan shalatnya.

Kedua, ada orang yang naik pesawat menjelang terbenamnya matahari. Sementara dia terbang ke arah barat. Sehingga untuk mendapatkan terbenamnya matahari, butuh waktu lebih lama.

Sebagai ilustrasi, jika dia di darat, maghrib jam 18.00. Setengah jam sebelumnya pesawat take off, terbang ke arah barat. Matahari terus terlihat, dan baru terbenam sekitar jam 20.00.  Ada selisih 2 jam antara waktu berbuka di darat dengan di udara. Apa yang harus dilakukan orang ini?

Ada 2 pilihan,

[1] Jika dia tetap mempertahankan puasanya, maka dia tidak boleh berbuka. Meskipun maghribnya lebih lama. Karena dia hanya boleh berbuka setelah matahari terbenam. Allah mengingatkan,

ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

Kemudian sempurnakanlah puasa sampai waktu malam. (QS. al-Baqarah: 187)

Selama dia masih melihat bulatan matahari, berarti belum masuk waktu malam.

[2] Dia membatalkan puasanya, karena statusnya sebagai musafir. Kemudian diganti dengan qadha setelah ramadhan. Terutama bagi mereka yang merasa keberatan jika harus puasa selama lebih dari 12 jam.

Allah berfirman, memberi keringanan bagi musafir untuk tidak puasa,

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Siapa yang sakit atau sedang safar, maka dia ganti puasanya di hari lain sejumlah hari yang dia tinggalkan. (QS. al-Baqarah: 184).

Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar